Minggu, 25 April 2010

SUPLEMEN VITAMIN PERLUKAH ?

SUPLEMEN VITAMIN PERLUKAH ?

“Dok, Ira anak saya sulit sekali makan sayur. Maunya hanya ayam, daging, mie instant, dan minum susu,. Buah juga sama sekali nggak mau. Paling-paling apel itupun harus di jus dulu. Badannya sih gemuk tapi kok ya sering sakit ya Dok. Gimana ya Dok? Padahal Ira sudah saya beri vitamin. Tapi bulan ini saja sudah 3 kali Ira panas.”

Bagi dokter Mila pertanyaan semacam ini sudah sangat sering ia terima. Baik di ruang prakteknya, acara seminar, talk show, maupun sekedar obrolan ringan dengan tetangganya bila secara kebetulan bertemu. Kadang butuh waktu yang cukup lama untuk “berdiskusi” dengan para ibu muda ini untuk mencari solusinya. Rasanya makin lama makin banyak ibu-ibu yang bermasalah dengan pola makan anaknya. Dan kondisi kurang konsumsi sayur dan buah pada anak semakin “menjadi-jadi” saat iklan fast food, snack, bahkan susu instant semakin gencar di media massa. Promosi susu “A” diperkaya dengan vitamin A, DHA, AA, ARA dan lain sebagainya mendorong ibu untuk lebih memilih susu daripada harus “perang” dengan anaknya. Bahkan ada produk yang mengklaim mampu menggantikan semua kebutuhan gizi anak sehingga ibu bisa tenang bila anak sudah mengkonsumsi produk itu sekalipun tidak makan sama sekali. Berlebih? Bisa jadi. Yang pasti akan menjadi menyesatkan bila tidak diikuti dengan pemahaman tentang pentingnya makanan alami.
Dalam keadaan normal, tubuh membutuhkan berbagai zat gizi : karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, air, dan serat. Semua ini diperlukan tubuh dalam keadaan seimbang sesuai dengan umur, jenis kelamin, aktivitas, dan kondisi-kondisi tertentu seperti masa pertumbuhan, kehamilan, menyusui, sakit, dan usia lanjut.
Karbohidrat dibutuhkan tubuh untuk diubah menjadi energi. Bila berlebih maka sisanya akan ditimbun sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen dan lemak. Bila kekurangan karbohidrat, maka cadangan lemak tubuh dan glikogen yang akan dibakar menjadi energi. Lama-lama bila cadangan itu habis juga, maka protein dalam tubuh yang dikikis. Akibatnya sel-sel tubuh mejadi lemah dan tidak berfungsi optimal. Tubuh jadi gampang sakit.
Lemak juga diperlukan untuk diolah menjadi energi dan penyempurnaan jaringan saraf. Bila berlebih, sudah pasti akan memperkaya tabungan lemak tubuh. Bila kurang, masih bisa ditutup dengan cadangan yang ada. Tapi kalau tidak punya cadangan dalam tubuh, lagi-lagi korbannya adalah protein dalam tubuh.
Protein dipakai tubuh untuk pertumbuhan. Membangun sel-sel baru, dan memperbaiki sel yang rusak. Kelebihan protein biasanya akan dibuang oleh tubuh. Tapi bila kekurangan, maka yang terjadi adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, rusaknya jaringan tubuh, dan buntutnya penuaan dini.
Vitamin adalah zat organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk berbagai reaksi metabolisme dan mempertahankan kesehatan. Vitamin terbagi menjadi dua jenis yaitu vitamin larut lemak (A,D,E,K) dan vitamin larut air (B kompleks dan C). Vitamin larut air disimpan dalam tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan sisanya dibuang, sehingga untuk mempertahankan kebutuhan tubuh, vitamin jenis ini perlu sering dikonsumsi. Namun pemberian terlalu berlebihan untuk jenis vitamin ini selain merupakan pemborosan, juga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya vitamin larut lemak dapat disimpan dalam jumlah banyak, sehingga bila konsumsi berlebih kemungkinan terjadinya keracunan jauh lebih besar daripada vitamin larut air.
Asupan vitamin berlebihan dapat disebabkan karena penggunaan vitamin dalam jumlah besar, baik untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit yang tidak jelas berhubungan dengan defisiensi vitamin. Dapat pula akibat dari penggunaan secara rutin dengan jumlah yang jauh melebihi RDA (Recommended Dietary Allowences) karena adanya anggapan bahwa vitamin dapat memberikan tambahan energi dan membuat seseorang lebih sehat. Atau akibat banyaknya sediaan yang mengandung satu macam atau bahkan beberapa macam vitamin dalam jumlah besar yang dinyatakan sebagi suplementasi makanan dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Multivitamin seringkali diperlukan untuk pengobatan defisiensi vitamin yang bersifat multiple. Ini harus dibedakan dengan multivitamin untuk suplementasi atau profilaksis. Untuk multivitamin jenis pertama harus atas resep dokter. Menurut Food and Drug Administration (FDA) di USA, sediaan multivitamin digolongkan sebagai suplementasi makanan atau untuk profilaksis bila mengandung 50 – 150% US RDA (kecuali vitamin D dan Asam folat harus di bawah US RDA). Sediaan ini mungkin diperlukan selama kebutuhan meningkat seperti masa hamil, menyusui, selama sakit dimana terdapat gangguan penyerapan makanan oleh usus, dan pada penderita yang makanannya kurang baik.
Asupan vitamin kurang dapat terjadi sebagai akibat dari asupan makanan yang tidak mencukupi, gangguan penyerapan vitamin, dan meningkatnya kebutuhan tubuh. Asupan yang tidak mencukupi dapat terjadi pada keadaan sulit makan, diet rendah kalori, diet khusus misal pada penderita diabetes, anak autis, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan yang kurang. Gangguan penyerapan vitamin dapat terjadi pada penyakit hati dan saluran empedu, diare kronik, bermacam-macam gangguan pencernaan, dan penggunaan antibiotik jangka lama. Meningkatnnya kebutuhan akan vitamin dapat terjadi pada masa pertumbuhan, hamil, menyusui, haid, kerja fisik yang berat, stres, demam, penyakit infeksi kronis dan beberapa penyakit genetik. Pada keadaan tersebut di atas tambahan vitamin diperlukan agar tidak terjadi defisiensi.
Seperti halnya vitamin, mineral diperlukan tubuh untuk proses metabolisme, membangun sel tubuh dan hormone. Calsium misalnya diperlukan untuk pembentukan struktur tulang, regulasi daya rangsang dan kontraksi otot. Kalium diperlukan untuk menjaga keseimbangan asam basa dan isotoni sel. Magnesium untuk kontraksi otot. Zink diperlukan untuk metabolisme, memperbaiki fungsi sel otak, meningkatkan daya tahan tubuh. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Sebenarnya sumber vitamin dan mineral alami banyak terdapat pada makanan dan minuman. Berikut ini adalah daftar vitamin dan sumber alaminya :
Vitamin B1 /Thiamin bekatul beras, ragi, sayur, kacang-kacangan, susu, kuning telur, & hati
Vitamin B2 / riboflavin susu, daging, hati, ragi, telur dan berbagai sayuran
Asam nikotinat Ikan, hati, ragi, dan daging
Vitamin B6 / Piridoksin Daging, ragi, biji-bijian, hati
Asam pantotenat ragi
Vitamin C Sayur terutama kol, paprika, peterseli, asparagus, dan buah seperti jambu biji, jeruk, pepaya
Vitamin A Susu, telur, hati, minyak ikan, daging, sayuran dan buah hijau atau kuning,
Provitamin D Daging,minyak ikan, ragi, dan jamur
Vitamin E Telur, susu, daging, buah, kacang-kacangan, sayur seperti selada dan bayam
Vitamin K Sayuran hijau dan buah
Magnesium (Mg) Padi-padian, pisang, sayur hijau, susu, daging
Tembaga (Cu) Sayur, hati
Kalium (K) Hampir semua makanan terutama jeruk, pisang, tomat, kopi
Natrium (Na) garam
Kalsium (Ca) Susu, telur, biji-bijian, sayur.
Sengsulfat (Zn) Daging, kerang, kepiting, susu, kacang
Fluor Daun teh, sayur
Akhir-akhir ini memang ada kecenderungan bagi orang tua untuk memberikan anaknya vitamin produk farmasi. Kekhawatiran mereka akan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anaknya akibat kekurangan vitamin, gizi anak tidak seimbang akibat sulit makan sayur dan buah, dan juga kepraktisan yang banyak mendorong mereka untuk memilih sediaan farmasi daripada bentuk alami. Padahal bila dicermati sudah banyak sekali makanan dan minuman baik susu, biskuit, mie instan, es krim yang telah difortifikasi dengan vitamin dan mineral. Sehingga pemakaian sediaan farmasi yang tidak terkontrol oleh ahlinya justru akan memperbesar kemungkinan keracunan.
Mempertimbangkan hal tersebut di atas, pada kondisi tubuh yang normal maka sebenarnya kebutuhan akan vitamin dan mineral alami bisa dipenuhi melalui makanan dan minuman sehari-hari asal dijaga betul keseimbangan gizinya. Sediaan farmasi bukannya berarti tidak beresiko. Tetapi bila berlebih dan tidak terkontrol justru akan membahayakan kesehatan kita.


Dr. Amirati, dari berbagai sumber.

Ca Cervix

Seputar Kanker Serviks.
Dr. H. Najib Budhiwardoyo, SpOG


Kanker serviks atau kanker leher rahim ataupun disebut juga kanker mulut rahim merupakan kanker ganas (karsinoma) yang berasal dari sel-sel normal di mulut rahim yang mengalami perubahan kearah keganasan.

Apakah Penyebab Kanker Serviks ?
70% dari kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus) melalui trauma pada lapisan sel serviks (mulut rahim) yang terjadi akibat hubungan seksual. Tidak semua virus HPV dapat menyebabkan kanker leher. Hanya virus HPV tipe tertentu yang berisiko tinggi untuk menyebabkan terjadinya kanker serviks, yaitu tipe 16 dan 18.
Sel-sel mulut rahim yang terinfeksi tersebut akan mengalami perubahan menjadi sel yang abnormal (prakeganasan). Pada fase ini, disebut sebagai lesi prakanker. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa pengobatan, akan berkembang menjadi kanker serviks dalam waktu 5 – 10 tahun.
Sedangkan 30% penyebab yang lain dari kanker serviks belum diketahui.

Apa saja Gejalanya ?
Pada awal stadium (lesi prakanker) tidak ada gejala yang dirasakan. Tetapi jika sudah berkembang menjadi kanker serviks, maka akan muncul gejala-gejala :
• Keputihan yang tidak khas, kadang disertai bau busuk, warna agak kuning kehijauan, bentuk lebih encer, disertai gatal dan keputihan muncul terus-menerus.
• Perdarahan pasca senggama karena adanya jaringan serviks yang rapuh dan mudah berdarah akibat kanker serviks.
• Rasa tidak nyaman pada perut atau desakan perut bagian bawah dan berlangsung terus-menerus akibat massa kanker.
Seringkali pasien datang ke dokter karena adanya perdarahan yang dikira sebagai darah haid. Sehingga jika terjadi ganggan pola haid, sebaiknya diwaspadai dan dilakukan pemeriksaan yang teliti.

Bagaimana caranya mengetahui adanya kanker serviks
Meskipun tidak ada gejala pada fase awal, tetapi kita dapat melakukan pemeriksaan sebagai deteksi dini untuk menghindari kanker serviks, yaitu dengan :
• IVA test (Inspeksi visual dengan pemakaian asam asetat)
• Pap smear
• Colposkopy (Melihat mulut rahim dengan alat pembesar)
• Biopsi

Bagaimana Penanganannya yang Tepat ?
Penanganan kanker serviks tergantung pada sejauh mana stadium kanker tersebut. Pada fase awal, mungkin hanya diperlukan obsevasi, pengobatan dengan anti virus topikal atau eksisi (pemotongan hanya pada jaringan yang terkena).
Jika sudah menjadi kanker serviks stadium I dilakukan operasi pengangkatan rahim. Stadium II A dilakukan operasi radikal diikuti kemoterapi, sedang stadium IIB sampai stadium IV hanya dilakukan radioterapi dan kemoterapi, karena pada stadium tersebut sudah tidak dapat dilakukan operasi.

Apa yang perlu dilakukan untuk mencegahnya ?
• Tidak berhubungan sex di usia dini (< 20 th)
• Setia pada pasangan
• Menggunakan kondom
• Tidak terlalu sering menggunakan anti septik vagina
• Hindari merokok
• Hindari pemakaian talk pada daerah kemaluan
• Konsumsi sayur dan vitamin (yang akan berperan sebagai anti oksidan)
• Rutin melakukan pemeriksaan pap smear
• Vaksinasi HPV

Sekilas tentang Vaksinasi HPV
Vaksin HPV dibuat dari selubung virus HPV yang akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi sehingga memberikan perlindungan terhadap infeksi HPV sampai dengan 100%.
Idealnya diberikan pada perempuan pada usia 10 tahun, sehingga saat melakukan hubungan sex yang pertama ia sudah terlindungi dari infeksi HPV. Untuk perempuan yang sudah melakukan hubungan sex tetapi belum pernah divaksin, maka dianjurkan untuk melakukan pap smear dulu. Jika hasil pap smear positif terinfeksi HPV maka diberikan pengobatan lebih dulu. Jika hasilnya negatif maka bisa segera dilakukan vaksinasi.
Vaksinasi diberikan dengan menyuntikkan 0,5 cc vaksin di lengan. Diberikan sebanyak tiga kali suntikan pada bulan ke-0, 1 dan ke-6.

Tips Pemeriksaan Pap Smear :
Persiapan :
1. Pastikan anda tidak sedang menstruasi. Sebaiknya dilakukan 2 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.
2. Hindari penggunaan obat-obatan yang diberikan melalui vagina minimal 48 jam sebelum pap smear.
3. Tidak boleh melakukan hubungan seksual dalam 24 jam sebelum pap smear.
4. Pembilasan vagina dengan berbagai macam cairan kimia tidak boleh dilakukan dalam 24 jam sebelum pemeriksaan.

Pelaksanaan :
1. Informasikan sejujurnya kepada petugas hal-hal yang ditanyakan kepada anda.
2. Beritahukan kepada dokter/petugas obat apa saja yang sedang anda minum.
3. Usahakan anda dalam keadaan santai, agar saat pengambilan bahan pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan mudah dan tanpa rasa sakit.
Lebih baik mencegah daripada mengobati
Lakukan vaksinasi dan rutin pap smear untuk mencegah
KANKER SERVIKS

Tubektomi & Rekanalisasi Wanita

TUBEKTOMI DAN REKANALISASI WANITA

Oleh :
Dr. H. Najib Budhiwardoyo, SpOG

RUMAH SAKIT AISYIYAH KUDUS
2010




TUBEKTOMI DAN REKANALISASI WANITA

I. PENDAHULUAN
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Fallopii wanita, yang mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil lagi. Sedangkan rekanalisasi merupakan tindakan untuk menyambung kembali tuba Fallopii dan menjamin kembalinya fungsi tuba.
Tubektomi merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana, di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI).
Keuntungan tubektomi dibandingkan kontrasepsi lainnya ialah :
• Motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang
berulang-ulang.
• Efektivitas hamper 100%
• Tidak mempengaruhi libido seksualitas
• Kegagalan dari pihak pasien (patien’s failure) tidak ada.

Anatomi Organ Genitalia Wanita


Uterus
Pada orang dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus sekitar 7 – 7,5 cm, lebar ditempat yang paling lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri) yang membuka keluar melalui kanalis servikalis yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan portio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, dimana tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terutama terdiri dari miometrium yang mempunyai tiga lapisan otot polos (sehingga memungkinkan berkontraksi dan relaksasi). Kavum uteri dilapisi oleh endometrium yang terdiri atas sel-sel epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh darah. Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak pada posisi anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120 – 130 dengan serviks uteri. Kadang-kadang dijumpai uterus pada posisi retrofleksi (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Di bagian luar uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Uterus mendapat aliran darah dari arteria uterine cabang dari arteria iliaka interna, dan dari arteria ovarika.

Tuba Fallopii
Merupakan saluran telur yang secara embriologis berasal dari duktus Mulleri. Panjang rata-rata tuba fallopii yaitu 11-14 cm. bagian yang ada di dinding uterus disebut pars interstisialis, sebelah lateralnya (3–6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3mm), disebelah lateralnya terdapat pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10mm) dan mempunyai ujung terbuka seperti anemon yang disebut infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri dari lapisan longitudinal dan otot sirkuler. Bagian dalam dilapisi oleh mukosa yang terdiri atas epitel kubik sampai silindrik yang mempunyai bagian-bagian dengan serabut-serabut (silia) dimana gerakannya menimbulkan arus ke kavum uteri.

Ovarium
Terdapat sepasang di sebelah kiri dan kanan dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii propium. Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intra peritoneal dan tidak dilapisi peritoneum. Bagian ovarium kecil berada di ligamentum latum (hilus ovarii) dimana pembuluh darah dan saraf ovarium masuk. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium disebut mesovarium.
Ovarium berfugsi menghasilkan ovum yang dihasilkan dari folikel de Graff atas pengaruh hormone hipofise. Selain itu ovarium juga berfungsi untuk menghasilkan hormone estrogen dan progesterone.

Proses Kehamilan
Terjadinya suatu kehamilan didahului oleh fertilisasi yaitu proses penyatuan gamet pria dan wanita yang terjadi di ampula tuba Fallopii. Pada saat coitus, jutaan spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar portio. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoon dapat meneruskan perjalanan melalui kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus yang sampai ke ampulla tuba Fallopii. Akhirnya hanya ada satu spermatozoon yang mempunyai kemampuan (capacitation) untuk membuahi ovum yang dilepaskan dari ovarium.
Dalam beberapa jam setelah terjadinya pembuahan, mulailah pembelahan zigot, dan dalam 3 hari terbentuk kelompok sel-sel yang sama besarnya yang disebut morulla. Energi untuk pembelahan diperoleh dari vitellus, sehingga volume vitellus semakin berkurang dan terisi sepenuhnya oleh morulla. Dengan demikian, zona pellucida tetap utuh sehingga besarnya hasil konsepsi tetap sama.


Dalam ukuran yang sama ini, hasil konsepsi disalurkan terus ke pars istmika dan pars interstitialis tuba (bagian tuba yang lebih sempit) dan terus kearah kavum uteri yang diakibatkan oleh gerakan silia pada sel-sel permukaan tuba dan kontraksi tuba. Di dalam kavum uteri hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Pada stadium blastula ini, sel-sel yang lebih kecil dan membentuk dinding blastula, akan menjadi trofoblas. Trofoblas ini mempunyai kemampuan untuk menembus decidua sehingga terjadi proses nidasi. Kadang-kadang pada saat nidasi terjadi perdarahan pada luka decidua (tanda Hartman).
Setelah nidasi terjadi, maka hasil konsepsi (blastula) akan terus mengalami diferensiasi, sehingga akhirnya dapat berkembang hingga mencapai kehamilan aterm.

II. TUBEKTOMI
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen. Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi. Sekarang tubektomi dapat dilakukan baik dengan laparotomi mini maupun dengan laparoskopi yang tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Mekanisme Tubektomi : yaitu dengan mencegah pertemuan spermatozoa dan ovum (fertilisasi) dengan jalan oklusi (menutup) saluran tuba fallopii dengan cara mengikat dan memotong atau memasang cincin.

Jenis Tubektomi :
• Minilaparotomi
• Laparoskopi

Manfaat Kontraseptif :
• Sangat efektif (0,2-4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
• Bersifat permanent.
• Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
• Tidak bergantung pada factor senggama
• Baik bagi klien jika kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
• Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
• Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium)
Manfaat non kontraseptif : mengurangi risiko kanker ovarium.

Keterbatasan :
• Harus dipertimbangkan sifat permanent metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
• Klien dapat menyesal di kemudian hari.
• Risiko komplikasi kecil (meningkat jika digunakan anestesi umum)
• Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
• Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis obgin atau bedah untuk proses laparoskopi)
• Tidak melindungi diri dari PMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.

Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
• Usia > 26 tahun
• Paritas >2
• Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya.
• Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
• Pasca persalinan
• Pasca keguguran
• Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.

Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi
• Hamil (sudah tedeteksi atau dicurigai)
• Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus dievakuasi)
• Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol)
• Tidak boleh menjalani proses pembedahan
• Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
• Belum memberikan persetujuan tertulis.

Kapan Dilakukan :
• Interval :
o Setiap waktu selama siklus menstruasi, apabila diyakini klien tersebut tidak hamil.
o Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
• Pasca persalinan :
o Mini laparotomi : di dalam waktu 2 hari, atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
o Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan


• Pasca keguguran :
o Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap atau laparoskopi)
o Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap saja)

Cara mencapai tuba Fallopii :
• Transabdominal :
o Minilaparotomi pasca partum dan pasca abortus,
o Minilaparotomi interval
o Laparoskopi, dikembangkan pertama kali oleh Anderson (1973)
• Tnsvaginal (sudah tidak pernah dilakukan karena pertimbangan infeksi dan keberhasilannya kecil.
o Kolposkopi vaginal sterilisasi, dikembangkan oleh Sonnawala (India) dengan speculum bentuk S, dan Manuaba dengan rektoskopi
o Koldoskopi, alat laparoskopi khusus melalui cavum Douglasi
• Transuterina : menggunakan histeroskopi sebagai petunjuk untuk mencari dan mengenal ostium tuba internum

Perkembangan Teknik Penutupan Tuba
Sejarah perkembangan untuk menutup tuba fallopii agar fungsi prokreasinya dapat dihentikan antara lain : Teknik Madlener (1919), Teknik Irving (1925), Teknik Pomeroy (1930), Teknik Parkland (1960), Teknik Uchida (1960), Teknik Kroener (1960), Teknik Yoon ring (1970), Teknik Koagulasi (1970), Teknik Hulka klip (1973), Teknik NTTOT/nontraumatic tubal oclution technique (1985) dan Vasektomi tuba (1995)

Teknik Penutupan Tuba
1. Teknik Madlener (1919), caranya :
a. Buat loop tuba sekitar 3 cm
b. Tuba dikrus beberapa kali sehingga kanalisnya mengalami kerusakan
c. Ikat dengan benang sutra yang tidak diserap
d. Selanjutnya tuba tidak dipotong, tuba yang sudah dikrus (dilunakkan) ditanamkan dimesosalping

2. Teknik Irving (1925), caranya :
a. Tuba dipotong 2 cm disekitar isthmus
b. Bagian proksimal ditanamkan pada dinding uterus, bagian distal ditanamkan pada mesosalping
c. Perdarahan dirawat, dinding abdomen ditutup

3. Teknik Pomeroy (1930), teknik ini dianggap sebagai golden standard karena mudah dan angka kegagalannya kecil :
a. Buat loop tuba sekitar 3 cm
b. Ikat dengan catgut plain
c. Potong di atas jahitan dan biarkan, dinding abdomen ditutup
4. Teknik Parkland (1960) :
a. Tuba dipegang dengan babkok, ditarik sedikit ke atas
b. Mesosalping di bawahnya dibuka, untuk memasukkan benang ikatan sebelah pada dua tempat yang dibuka
c. Tuba antara dua ikatan dipotong, perdarahan dirawat dengan baik
5. Teknik Uchida (1960) :
a. Buat edema artificial dengan saline + epinefrin sehingga tuba tampak putih
b. Tuba dikeluarkan, dipotong dan diikat di dua tempat
c. Bagian proksimal ditanam di bawah mesosalping, bagian distal dibiakan kearah peritoneum, mesosalping dijahit kembali dan perdarahan dirawat

6. Teknik Kroener (1960) – dilakukan dengan cara memotong fimbriae, sehingga kemampuan untuk ovum pick up tidak ada, ujung ligamentum infundibulo pelvikum dijahit sehingga tidak terjadi perdarahan.

7. Teknik Yoon ring (1970), menggunakan pita silastik dengan diameter 1mm untuk menjepit loop tuba. Dapat dilakukan melalui laparoskopi maupun laparotomi dengan alat aplikatornya yang dapat menarik tuba sekitar 3 cm, sehingga tuba mengalami iskemia, lama-kelamaan loop akan putus dan pita silastik tertanam di mesosalping.
8. Teknik Koagulasi, dilakukan secara laparoskopi, dengan unipolar atau bipolar. Aliran listrik yang dialirkan dapat menyebabkan koagulasi jaringan tuba dan mesosalping sehingga kanalisnya tertutup. Besarnya koagulasi tergantung pada lama dan besanya aliran listrik yang dialirkan.
9. Teknik Ulka klip, isthmus dipegang dengan dua klem babkok, diantara keduanya dipasang ulka klip, dapat dilakukan dengan laparoskopi maupun laparotomi.

III. REKANALISASI WANITA
Meskipun telah menandatangani informed consent, beberapa wanita menyesal akan metode sterilisasi sehingga sekitar 1,3% dari mereka meminta untuk dilakukan penyambungan kembali (rekanalsasi) tuba. Alasannya bermacam-macam seperti kehilangan anak, ingin menambah anak, perbaikan keadaan ekonomi, dan adanya suami baru memotivasi untuk hamil lagi. Metode ini dapat dilakukan dengan teknik bedah mikro, teknik ini tidak saja menyambung kembali tuba fallopii dengan baik, tetapi juga menjamin kembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh karena teknik bedah mikro yang secara akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal, mengurangi perlekatan pasca operasi, mempertahankan fisiologi tuba, serta menjamin fungsi fimbriae tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik. Prosedur standar operasi rekanalisasi yaitu dengan bedah mikro per laparotomi dimana akan mendapatkan angka kehamilan 60-90% dengan risiko kehamilan ektopik yang meningkat.
Tidak semua pasien pasca tubektomi dapat dengan mudah menjalankan rekanalisasi. Beberapa kontra indikasi rekanalisasi yaitu :
• Umur klien >37 tahun
• Tidak ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium)
• Suami oligospermi atau azoospermia
• Keadaan kesehatan yang tidak baik, dimana kehamilan akan memperburuk kesehatannya
• Tuberculosis genitalia interna
• Perlekatan organ-organ pelvic yang luas dan berat
• Tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4cm)
• Infeks pelvis yang masih aktif
Beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk operasi rekanalisasi :
• Pemeriksaan pra operatif :
1. anamnesis yang lengkap, termasuk laporan operasi daerah pelvis dan penyakit panggul terdahulu
2. pemeriksaan fisik umum
3. pemeriksaan ginekologis
4. pemeriksaan laparoskop, dan atau
5. pemeriksaan histerosalpingografi
• Keputusan untuk operasi dan waktunya :
1. apakah bisa dilakukan pembedahan mikro pada kasus tersebut
2. apakah tindakan pembedahan tersebut akan memberikan hasil yang baik untuk klien agar dapat hamil.
Keberhasilan penyambungan dan berfungsinya kembali fungsi tuba Fallopii tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Luasnya kerusakan karena koagulasi
2. Panjangnya tuba yang tersisa setelah rekanalisasi (segmen proksimal dan distal), jika panjang tuba total < 4cm kemungkinan keberhasilan ± 4%, jika panjang > 8cm keberhasilan ± 83,33% (Jain,dkk).
3. Tersedianya alat dan kemampuan untuk melakukan rekonstruksi dengan teknik bedah mikro
4. Jenis sterilisasi yang dilakukan, Jain dkk melaporkan angka kehamilan 68,57% pada sterilisasi dengan ring fallopi, dan 40% pada sterilisasi dengan cara Pomeroy.
5. Interval waktu antara ligasi tuba dan rekanalisasi juga berpengaruh terhadap keberhasilan rekanalisasi, ± 69,5% jika interval waktu 5 tahun, dan hanya 16% jika interval lebih dari 5 tahun.
6. Kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik semakin meningkat, karena terdapat perbedaan luas saluran yang disambung kembali.

Dismenorrhea

DISMENORRHEA
Dr. H. Najib Budhiwardoyo, SpOG

Dismenorrhea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan yang sering disampaikan pasien ke dokter, setidaknya lebih dari 90% wanita haid mengalami dismenorrhea. Karena keluhan ini sifatnya subyektif, maka seberapa berat nyeri yang dirasakan oleh pasien kadang-kadang sulit untuk ditentukan. Gejala yang dikeluhkan pun berbeda antara wanita yang satu dengan yang lain. Keadaan tersebut ditandai dengan nyeri perut bagian bawah, nyeri punggung, dan nyeri yang menjalar ke paha dengan disertai mual, muntah, diare, dan nyeri kepala. Gejala-gejala tersebut sangat bervariasi mulai dari yang ringan dan tidak memerlukan pengobatan sampai berat yang memerlukan penatalaksanaan medis dan istirahat. Biasanya, gejala tersebut akan timbul kembali bersamaan dengan terjadinya perdarahan atau beberapa jam sebelumnya dan berlanjut selama periode waktu yang bervariasi pada masa menstruasi.
Istilah dismenorrhea sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu dys yang berarti sulit, dan men yang berarti bulan. Sedangkan secara medis, dismenorrhea dapat diartikan sebagai nyeri saat menstruasi.
Berdasarkan penyebabnya Dysmenorrhea dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dismenorrhea primer dan dismenorrhea sekunder. Dismenorrhea primer yaitu nyeri pada perut bawah menjelang atau saat menstruasi tetapi tidak ada penyakit atau kelainan pada organ-organ di pelvis yang menyebabkan nyeri tersebut. Keadaan ini lebih sering terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi tetapi belum pernah mengandung. Peninggian kadar prostaglandin (PG) dalam sirkulasi diduga sebagai penyebab nyeri menstruasi, hal ini terbukti dari tingginya kadar prostaglandin pada wanita yang mengalami dismenorrhea dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenorrhea. Sedangkan dismenorrhea sekunder yaitu nyeri pada menstruasi yang berhubungan dengan penyakit atau kelainan tertentu seperti endometriosis, adenomiosis, penyakit peradangan panggul, stenosis serviks, polip uterus, dll.
Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara untuk mendiagnosis apakah dismenorrhea tersebut primer atau sekunder. Kronologis riwayat menstruasi yang terinci, keadaan kesehatan pada umumnya, fungsi seksual, masalah infertilitas, penyakit yang ditularkan lewat hubungan seksual, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab dismenorrhea. Bahkan jika diperlukan dan terdapat kecurigaan yang kuat ke arah dismenorrhea sekunder, prosedur bedah laparoskopi pelvis sangat bermanfaat.
Pada saat ini dimungkinkan untuk memberikan terapi langsung terhadap dismenorrhea primer.Pada dismenorrhea primer yang ringan pemberian obat-obatan yang bersifat analgesik, sedatif atau antispamodik dapat menghilangkan keluhan yang ada. Sedangkan pada dismenorrhea primer yang berat, pemberian prostaglandin synthetase inhibitor yang akan bekerja dengan cara menghentikan produksi prostaglandin di dalam jaringan dan menghambat kerjanya pada tingkat reseptor, diharapkan akan dapat menurunkan kontraktilitas miometrium (otot-otot rahim), memulihkan iskemia otot dan akibatnya akan mennghilangkan rasa sakit yang ditimbulkannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan obat-obatan tersebut yaitu ulkus peptikum (tukak lambung), inflammatory bowel disease, atau sensitifitas terhadap aspirin merupakan kontra indikasi untuk penggunaan prostaglandin synthetase inhibitor. Pemberian obat kontrasepsi oral pada kasus dismenorrhea primer yang tidak dapat diobati dengan antiprostaglandin atau pada wanita yang sensitif dengan antiprostaglandin sangat efektif, apalagi jika wanita juga menginginkan KB. Kontrasepsi oral bekerja dengan cara menghambat proliferasi lapisan endometrium dan membuat lingkungan dalam rahim seperti keadaan pada awal siklus menstruasi dimana prostglandin dalam keadaan rendah. Kurang lebih 90% wanita yang mengeluh dismenorrhea hilang dengan kontrasepsi oral.
Apabila dengan kedua pengobatan tersebut di atas keluhan dismenorrhea masih belum berkurang, maka dapat diberikan pengobatan dengan hydrocodone atau codein (golongan narkotik), tetapi sebelum pengobatan tersebut diberikan faktor psikologis atau kemungkinan adanya faktor kelainan organik (dismenorrhea sekunder) perlu sekali lagi disingkirkan dengan pemeriksaan laparoskopi.
Sebagai simpulan, bahwa dismenorrhea merupakan keluhan yang paling banyak disampaikan oleh wanita dewasa, dimana sebagian besarnya tidak diobati dengan baik, padahal pilihan pengobatan yang diberikan sangat beragam. Hal ini merupakan tugas dari tenaga medis untuk menyampaikan pemahaman mengenai berbagai permasalahan dalam siklus menstruasi, termasuk dismenorrhea primer maupun sekunder.