Minggu, 25 April 2010

Dismenorrhea

DISMENORRHEA
Dr. H. Najib Budhiwardoyo, SpOG

Dismenorrhea atau nyeri haid merupakan salah satu keluhan yang sering disampaikan pasien ke dokter, setidaknya lebih dari 90% wanita haid mengalami dismenorrhea. Karena keluhan ini sifatnya subyektif, maka seberapa berat nyeri yang dirasakan oleh pasien kadang-kadang sulit untuk ditentukan. Gejala yang dikeluhkan pun berbeda antara wanita yang satu dengan yang lain. Keadaan tersebut ditandai dengan nyeri perut bagian bawah, nyeri punggung, dan nyeri yang menjalar ke paha dengan disertai mual, muntah, diare, dan nyeri kepala. Gejala-gejala tersebut sangat bervariasi mulai dari yang ringan dan tidak memerlukan pengobatan sampai berat yang memerlukan penatalaksanaan medis dan istirahat. Biasanya, gejala tersebut akan timbul kembali bersamaan dengan terjadinya perdarahan atau beberapa jam sebelumnya dan berlanjut selama periode waktu yang bervariasi pada masa menstruasi.
Istilah dismenorrhea sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu dys yang berarti sulit, dan men yang berarti bulan. Sedangkan secara medis, dismenorrhea dapat diartikan sebagai nyeri saat menstruasi.
Berdasarkan penyebabnya Dysmenorrhea dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dismenorrhea primer dan dismenorrhea sekunder. Dismenorrhea primer yaitu nyeri pada perut bawah menjelang atau saat menstruasi tetapi tidak ada penyakit atau kelainan pada organ-organ di pelvis yang menyebabkan nyeri tersebut. Keadaan ini lebih sering terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi tetapi belum pernah mengandung. Peninggian kadar prostaglandin (PG) dalam sirkulasi diduga sebagai penyebab nyeri menstruasi, hal ini terbukti dari tingginya kadar prostaglandin pada wanita yang mengalami dismenorrhea dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenorrhea. Sedangkan dismenorrhea sekunder yaitu nyeri pada menstruasi yang berhubungan dengan penyakit atau kelainan tertentu seperti endometriosis, adenomiosis, penyakit peradangan panggul, stenosis serviks, polip uterus, dll.
Riwayat medis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh merupakan cara untuk mendiagnosis apakah dismenorrhea tersebut primer atau sekunder. Kronologis riwayat menstruasi yang terinci, keadaan kesehatan pada umumnya, fungsi seksual, masalah infertilitas, penyakit yang ditularkan lewat hubungan seksual, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab dismenorrhea. Bahkan jika diperlukan dan terdapat kecurigaan yang kuat ke arah dismenorrhea sekunder, prosedur bedah laparoskopi pelvis sangat bermanfaat.
Pada saat ini dimungkinkan untuk memberikan terapi langsung terhadap dismenorrhea primer.Pada dismenorrhea primer yang ringan pemberian obat-obatan yang bersifat analgesik, sedatif atau antispamodik dapat menghilangkan keluhan yang ada. Sedangkan pada dismenorrhea primer yang berat, pemberian prostaglandin synthetase inhibitor yang akan bekerja dengan cara menghentikan produksi prostaglandin di dalam jaringan dan menghambat kerjanya pada tingkat reseptor, diharapkan akan dapat menurunkan kontraktilitas miometrium (otot-otot rahim), memulihkan iskemia otot dan akibatnya akan mennghilangkan rasa sakit yang ditimbulkannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan obat-obatan tersebut yaitu ulkus peptikum (tukak lambung), inflammatory bowel disease, atau sensitifitas terhadap aspirin merupakan kontra indikasi untuk penggunaan prostaglandin synthetase inhibitor. Pemberian obat kontrasepsi oral pada kasus dismenorrhea primer yang tidak dapat diobati dengan antiprostaglandin atau pada wanita yang sensitif dengan antiprostaglandin sangat efektif, apalagi jika wanita juga menginginkan KB. Kontrasepsi oral bekerja dengan cara menghambat proliferasi lapisan endometrium dan membuat lingkungan dalam rahim seperti keadaan pada awal siklus menstruasi dimana prostglandin dalam keadaan rendah. Kurang lebih 90% wanita yang mengeluh dismenorrhea hilang dengan kontrasepsi oral.
Apabila dengan kedua pengobatan tersebut di atas keluhan dismenorrhea masih belum berkurang, maka dapat diberikan pengobatan dengan hydrocodone atau codein (golongan narkotik), tetapi sebelum pengobatan tersebut diberikan faktor psikologis atau kemungkinan adanya faktor kelainan organik (dismenorrhea sekunder) perlu sekali lagi disingkirkan dengan pemeriksaan laparoskopi.
Sebagai simpulan, bahwa dismenorrhea merupakan keluhan yang paling banyak disampaikan oleh wanita dewasa, dimana sebagian besarnya tidak diobati dengan baik, padahal pilihan pengobatan yang diberikan sangat beragam. Hal ini merupakan tugas dari tenaga medis untuk menyampaikan pemahaman mengenai berbagai permasalahan dalam siklus menstruasi, termasuk dismenorrhea primer maupun sekunder.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar