Minggu, 25 April 2010

Tubektomi & Rekanalisasi Wanita

TUBEKTOMI DAN REKANALISASI WANITA

Oleh :
Dr. H. Najib Budhiwardoyo, SpOG

RUMAH SAKIT AISYIYAH KUDUS
2010




TUBEKTOMI DAN REKANALISASI WANITA

I. PENDAHULUAN
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Fallopii wanita, yang mengakibatkan wanita tersebut tidak dapat hamil lagi. Sedangkan rekanalisasi merupakan tindakan untuk menyambung kembali tuba Fallopii dan menjamin kembalinya fungsi tuba.
Tubektomi merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana, di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI).
Keuntungan tubektomi dibandingkan kontrasepsi lainnya ialah :
• Motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang
berulang-ulang.
• Efektivitas hamper 100%
• Tidak mempengaruhi libido seksualitas
• Kegagalan dari pihak pasien (patien’s failure) tidak ada.

Anatomi Organ Genitalia Wanita


Uterus
Pada orang dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah peer yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus sekitar 7 – 7,5 cm, lebar ditempat yang paling lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri) yang membuka keluar melalui kanalis servikalis yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan portio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, dimana tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terutama terdiri dari miometrium yang mempunyai tiga lapisan otot polos (sehingga memungkinkan berkontraksi dan relaksasi). Kavum uteri dilapisi oleh endometrium yang terdiri atas sel-sel epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh darah. Pertumbuhan dan fungsi endometrium dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak pada posisi anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120 – 130 dengan serviks uteri. Kadang-kadang dijumpai uterus pada posisi retrofleksi (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Di bagian luar uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Uterus mendapat aliran darah dari arteria uterine cabang dari arteria iliaka interna, dan dari arteria ovarika.

Tuba Fallopii
Merupakan saluran telur yang secara embriologis berasal dari duktus Mulleri. Panjang rata-rata tuba fallopii yaitu 11-14 cm. bagian yang ada di dinding uterus disebut pars interstisialis, sebelah lateralnya (3–6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit (diameter 2-3mm), disebelah lateralnya terdapat pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10mm) dan mempunyai ujung terbuka seperti anemon yang disebut infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri dari lapisan longitudinal dan otot sirkuler. Bagian dalam dilapisi oleh mukosa yang terdiri atas epitel kubik sampai silindrik yang mempunyai bagian-bagian dengan serabut-serabut (silia) dimana gerakannya menimbulkan arus ke kavum uteri.

Ovarium
Terdapat sepasang di sebelah kiri dan kanan dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii propium. Pembuluh darah ke ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum). Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar ovarium berada intra peritoneal dan tidak dilapisi peritoneum. Bagian ovarium kecil berada di ligamentum latum (hilus ovarii) dimana pembuluh darah dan saraf ovarium masuk. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium disebut mesovarium.
Ovarium berfugsi menghasilkan ovum yang dihasilkan dari folikel de Graff atas pengaruh hormone hipofise. Selain itu ovarium juga berfungsi untuk menghasilkan hormone estrogen dan progesterone.

Proses Kehamilan
Terjadinya suatu kehamilan didahului oleh fertilisasi yaitu proses penyatuan gamet pria dan wanita yang terjadi di ampula tuba Fallopii. Pada saat coitus, jutaan spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar portio. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoon dapat meneruskan perjalanan melalui kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus yang sampai ke ampulla tuba Fallopii. Akhirnya hanya ada satu spermatozoon yang mempunyai kemampuan (capacitation) untuk membuahi ovum yang dilepaskan dari ovarium.
Dalam beberapa jam setelah terjadinya pembuahan, mulailah pembelahan zigot, dan dalam 3 hari terbentuk kelompok sel-sel yang sama besarnya yang disebut morulla. Energi untuk pembelahan diperoleh dari vitellus, sehingga volume vitellus semakin berkurang dan terisi sepenuhnya oleh morulla. Dengan demikian, zona pellucida tetap utuh sehingga besarnya hasil konsepsi tetap sama.


Dalam ukuran yang sama ini, hasil konsepsi disalurkan terus ke pars istmika dan pars interstitialis tuba (bagian tuba yang lebih sempit) dan terus kearah kavum uteri yang diakibatkan oleh gerakan silia pada sel-sel permukaan tuba dan kontraksi tuba. Di dalam kavum uteri hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Pada stadium blastula ini, sel-sel yang lebih kecil dan membentuk dinding blastula, akan menjadi trofoblas. Trofoblas ini mempunyai kemampuan untuk menembus decidua sehingga terjadi proses nidasi. Kadang-kadang pada saat nidasi terjadi perdarahan pada luka decidua (tanda Hartman).
Setelah nidasi terjadi, maka hasil konsepsi (blastula) akan terus mengalami diferensiasi, sehingga akhirnya dapat berkembang hingga mencapai kehamilan aterm.

II. TUBEKTOMI
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen. Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi. Sekarang tubektomi dapat dilakukan baik dengan laparotomi mini maupun dengan laparoskopi yang tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Mekanisme Tubektomi : yaitu dengan mencegah pertemuan spermatozoa dan ovum (fertilisasi) dengan jalan oklusi (menutup) saluran tuba fallopii dengan cara mengikat dan memotong atau memasang cincin.

Jenis Tubektomi :
• Minilaparotomi
• Laparoskopi

Manfaat Kontraseptif :
• Sangat efektif (0,2-4 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
• Bersifat permanent.
• Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding)
• Tidak bergantung pada factor senggama
• Baik bagi klien jika kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
• Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
• Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormone ovarium)
Manfaat non kontraseptif : mengurangi risiko kanker ovarium.

Keterbatasan :
• Harus dipertimbangkan sifat permanent metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan operasi rekanalisasi.
• Klien dapat menyesal di kemudian hari.
• Risiko komplikasi kecil (meningkat jika digunakan anestesi umum)
• Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
• Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis obgin atau bedah untuk proses laparoskopi)
• Tidak melindungi diri dari PMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.

Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
• Usia > 26 tahun
• Paritas >2
• Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya.
• Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
• Pasca persalinan
• Pasca keguguran
• Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.

Yang Sebaiknya Tidak Menjalani Tubektomi
• Hamil (sudah tedeteksi atau dicurigai)
• Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus dievakuasi)
• Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol)
• Tidak boleh menjalani proses pembedahan
• Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
• Belum memberikan persetujuan tertulis.

Kapan Dilakukan :
• Interval :
o Setiap waktu selama siklus menstruasi, apabila diyakini klien tersebut tidak hamil.
o Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
• Pasca persalinan :
o Mini laparotomi : di dalam waktu 2 hari, atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
o Laparoskopi : tidak tepat untuk klien pasca persalinan


• Pasca keguguran :
o Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap atau laparoskopi)
o Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvic (minilap saja)

Cara mencapai tuba Fallopii :
• Transabdominal :
o Minilaparotomi pasca partum dan pasca abortus,
o Minilaparotomi interval
o Laparoskopi, dikembangkan pertama kali oleh Anderson (1973)
• Tnsvaginal (sudah tidak pernah dilakukan karena pertimbangan infeksi dan keberhasilannya kecil.
o Kolposkopi vaginal sterilisasi, dikembangkan oleh Sonnawala (India) dengan speculum bentuk S, dan Manuaba dengan rektoskopi
o Koldoskopi, alat laparoskopi khusus melalui cavum Douglasi
• Transuterina : menggunakan histeroskopi sebagai petunjuk untuk mencari dan mengenal ostium tuba internum

Perkembangan Teknik Penutupan Tuba
Sejarah perkembangan untuk menutup tuba fallopii agar fungsi prokreasinya dapat dihentikan antara lain : Teknik Madlener (1919), Teknik Irving (1925), Teknik Pomeroy (1930), Teknik Parkland (1960), Teknik Uchida (1960), Teknik Kroener (1960), Teknik Yoon ring (1970), Teknik Koagulasi (1970), Teknik Hulka klip (1973), Teknik NTTOT/nontraumatic tubal oclution technique (1985) dan Vasektomi tuba (1995)

Teknik Penutupan Tuba
1. Teknik Madlener (1919), caranya :
a. Buat loop tuba sekitar 3 cm
b. Tuba dikrus beberapa kali sehingga kanalisnya mengalami kerusakan
c. Ikat dengan benang sutra yang tidak diserap
d. Selanjutnya tuba tidak dipotong, tuba yang sudah dikrus (dilunakkan) ditanamkan dimesosalping

2. Teknik Irving (1925), caranya :
a. Tuba dipotong 2 cm disekitar isthmus
b. Bagian proksimal ditanamkan pada dinding uterus, bagian distal ditanamkan pada mesosalping
c. Perdarahan dirawat, dinding abdomen ditutup

3. Teknik Pomeroy (1930), teknik ini dianggap sebagai golden standard karena mudah dan angka kegagalannya kecil :
a. Buat loop tuba sekitar 3 cm
b. Ikat dengan catgut plain
c. Potong di atas jahitan dan biarkan, dinding abdomen ditutup
4. Teknik Parkland (1960) :
a. Tuba dipegang dengan babkok, ditarik sedikit ke atas
b. Mesosalping di bawahnya dibuka, untuk memasukkan benang ikatan sebelah pada dua tempat yang dibuka
c. Tuba antara dua ikatan dipotong, perdarahan dirawat dengan baik
5. Teknik Uchida (1960) :
a. Buat edema artificial dengan saline + epinefrin sehingga tuba tampak putih
b. Tuba dikeluarkan, dipotong dan diikat di dua tempat
c. Bagian proksimal ditanam di bawah mesosalping, bagian distal dibiakan kearah peritoneum, mesosalping dijahit kembali dan perdarahan dirawat

6. Teknik Kroener (1960) – dilakukan dengan cara memotong fimbriae, sehingga kemampuan untuk ovum pick up tidak ada, ujung ligamentum infundibulo pelvikum dijahit sehingga tidak terjadi perdarahan.

7. Teknik Yoon ring (1970), menggunakan pita silastik dengan diameter 1mm untuk menjepit loop tuba. Dapat dilakukan melalui laparoskopi maupun laparotomi dengan alat aplikatornya yang dapat menarik tuba sekitar 3 cm, sehingga tuba mengalami iskemia, lama-kelamaan loop akan putus dan pita silastik tertanam di mesosalping.
8. Teknik Koagulasi, dilakukan secara laparoskopi, dengan unipolar atau bipolar. Aliran listrik yang dialirkan dapat menyebabkan koagulasi jaringan tuba dan mesosalping sehingga kanalisnya tertutup. Besarnya koagulasi tergantung pada lama dan besanya aliran listrik yang dialirkan.
9. Teknik Ulka klip, isthmus dipegang dengan dua klem babkok, diantara keduanya dipasang ulka klip, dapat dilakukan dengan laparoskopi maupun laparotomi.

III. REKANALISASI WANITA
Meskipun telah menandatangani informed consent, beberapa wanita menyesal akan metode sterilisasi sehingga sekitar 1,3% dari mereka meminta untuk dilakukan penyambungan kembali (rekanalsasi) tuba. Alasannya bermacam-macam seperti kehilangan anak, ingin menambah anak, perbaikan keadaan ekonomi, dan adanya suami baru memotivasi untuk hamil lagi. Metode ini dapat dilakukan dengan teknik bedah mikro, teknik ini tidak saja menyambung kembali tuba fallopii dengan baik, tetapi juga menjamin kembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh karena teknik bedah mikro yang secara akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal, mengurangi perlekatan pasca operasi, mempertahankan fisiologi tuba, serta menjamin fungsi fimbriae tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik. Prosedur standar operasi rekanalisasi yaitu dengan bedah mikro per laparotomi dimana akan mendapatkan angka kehamilan 60-90% dengan risiko kehamilan ektopik yang meningkat.
Tidak semua pasien pasca tubektomi dapat dengan mudah menjalankan rekanalisasi. Beberapa kontra indikasi rekanalisasi yaitu :
• Umur klien >37 tahun
• Tidak ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium)
• Suami oligospermi atau azoospermia
• Keadaan kesehatan yang tidak baik, dimana kehamilan akan memperburuk kesehatannya
• Tuberculosis genitalia interna
• Perlekatan organ-organ pelvic yang luas dan berat
• Tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4cm)
• Infeks pelvis yang masih aktif
Beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk operasi rekanalisasi :
• Pemeriksaan pra operatif :
1. anamnesis yang lengkap, termasuk laporan operasi daerah pelvis dan penyakit panggul terdahulu
2. pemeriksaan fisik umum
3. pemeriksaan ginekologis
4. pemeriksaan laparoskop, dan atau
5. pemeriksaan histerosalpingografi
• Keputusan untuk operasi dan waktunya :
1. apakah bisa dilakukan pembedahan mikro pada kasus tersebut
2. apakah tindakan pembedahan tersebut akan memberikan hasil yang baik untuk klien agar dapat hamil.
Keberhasilan penyambungan dan berfungsinya kembali fungsi tuba Fallopii tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Luasnya kerusakan karena koagulasi
2. Panjangnya tuba yang tersisa setelah rekanalisasi (segmen proksimal dan distal), jika panjang tuba total < 4cm kemungkinan keberhasilan ± 4%, jika panjang > 8cm keberhasilan ± 83,33% (Jain,dkk).
3. Tersedianya alat dan kemampuan untuk melakukan rekonstruksi dengan teknik bedah mikro
4. Jenis sterilisasi yang dilakukan, Jain dkk melaporkan angka kehamilan 68,57% pada sterilisasi dengan ring fallopi, dan 40% pada sterilisasi dengan cara Pomeroy.
5. Interval waktu antara ligasi tuba dan rekanalisasi juga berpengaruh terhadap keberhasilan rekanalisasi, ± 69,5% jika interval waktu 5 tahun, dan hanya 16% jika interval lebih dari 5 tahun.
6. Kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik semakin meningkat, karena terdapat perbedaan luas saluran yang disambung kembali.

7 komentar:

  1. Salam Kenal...
    Sangat bermutu sekali artikelnya, Pengetahuan baru buat saa...
    mau tanya nih pak,
    kalo wanita sudah melakukan Tubektomi/sterilisasi selain menggunakan metode REKANALISASI agar bisa hamil lagi apakah bisa menggunakan mertode lain ?
    Misalnya menggunakan Teknologo Bayi Tabung ?

    Terimakasih atas jawabnya...

    BalasHapus
  2. sy ibu myta.sy seorang ibu dengan usia 35 tahun,..saat ini sy sdh steril pada usia 27 tahun.karena ke tiga anak saya semuanya lahir karena operasi cesar.tp suami kedua sy menginginkan sy untuk hamil lg.walau itu hanya 1x.karena dia menginginkan keturunan dari sy.trus kira2 apa masih bisa sy hamil kembali.dan kira2 solusinya seperti apa ???

    BalasHapus
  3. sy nita, umur 32 thn dg 3 org anak. sblum bercerai sy melahirkan anak yg bungsu dg cara cesar. ketika itu hub sy dg suami sdh ambang cerai. ketika mau cesar sy mmutuskan utk steril & ditnda tangani suami. krn sy tdk th jenis2 steril, sy pkr tdnya steril itu hny diikat sj. dokter sblum mnjalankan steril pun tdk mnjelaskan pd sy sbgai pasien apa sj jenis steril & apa resikonya?. sy br th steril yg dilakukan oleh dokter adlh steril tubektomi pomeroy trhdp sy stlh anak sy brumur 2 thn. itupun tdnya dirahasiakn oleh eks mertua sy krn beliau adlah perawat di rmh skt tmpt sy melahirkan. sy menyesali kejadian ini. tp nasi sdh jd bubur ya. 4 thn kmudian sy menikah lg. suami sy yg skrg th kndisi sy. sy ingin skali menyenangkan dia dg hadirnya anak dr ktrunan dia. yg ingin sy tnyakan cara yg paling aman utk sy utk memiliki anak apakah dg proses rekanalisasi atau dg proses bayi tabung? mana yg lbh murah? mana yg lbh beresiko tnggi?yg sy prnh dngr jika dg proses rekanalisasi, anak yg lahir lbh beresiko lahir dg kndisi cacat. bnarkah demikian? prlu diketahui sy jg prnh mnderita infeksi rahim ketika habis melahirkan anak yg ke 2, tp dokter sdh menyatakan sy sembuh. mohon informasinya ya mengingat umur sy yg tdk lg muda. trm ksh ( ra2kids79@gmail.com )

    BalasHapus
  4. aku mila wanita umur 32 tahun dengan 3 orang anak...setelah melhairkn anak ketiga melalui cesar ..krnaa permasalaahan kluarga akhrnya syaa melakukan stril..setelah sya bercerai dan akhrnya 2 tahun kmudian mnikah lagi,,,sya ingin sekali bisa hamil lagi...apa bisa itu syaa lakukan...

    BalasHapus
  5. Percuma tanya ke dokter yg hanya pintar nulis tpi tdk respon terhadap pertanyaan kita bunda2.... Kita saling share aja. Nie no wa saya 082323670414

    BalasHapus
  6. Percuma tanya ke dokter yg hanya pintar nulis tpi tdk respon terhadap pertanyaan kita bunda2.... Kita saling share aja. Nie no wa saya 082323670414

    BalasHapus
  7. Berapa persen kegagalan [terjadinya kehamilan] bg wanita yg sdh di steril

    BalasHapus